TIMES JAKARTA, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa kekuatan permintaan (demand) domestik menjadi faktor utama yang menjaga ketahanan dan arah pertumbuhan perekonomian nasional di tengah ketidakpastian global.
Dalam Rapat Kerja bersama Komite IV DPD RI di Jakarta, Senin (3/11/2025), Purbaya mengungkapkan bahwa porsi ekonomi Indonesia didominasi oleh aktivitas dalam negeri.
“Kekuatan domestik demand kita sekitar 90 persen, sedangkan global hanya sekitar 10 persen. Kalau ekspor mungkin 20 persen, jadi kita masih 80 persen menguasai arah ekonomi kita,” ujar Purbaya.
Ia menilai bahwa walaupun kondisi ekonomi global sering kali digambarkan memburuk, Indonesia tetap memiliki ruang untuk mandiri menentukan arah kebijakan ekonominya.
Menurutnya, setiap tahun dunia selalu dihadapkan pada ketidakpastian, baik dari sisi geopolitik, perdagangan, maupun perubahan iklim. Namun, Indonesia tidak perlu terlalu khawatir jika mampu mengelola kebijakan internal dengan tepat.
“Yang paling pintar itu menentukan kebijakan dalam negeri yang baik. Walaupun ekonomi global gonjang-ganjing, kita tidak perlu khawatir,” kata Purbaya.
Purbaya menjelaskan bahwa sekitar 80 persen kekuatan ekonomi Indonesia ditentukan oleh pasar domestik, sedangkan pengaruh global relatif kecil. Kondisi ini membuat Indonesia memiliki kemandirian ekonomi yang cukup kuat untuk menghadapi berbagai dinamika global.
Selain itu, ia menyampaikan bahwa kondisi perekonomian global tidak seburuk yang banyak dikhawatirkan. Bank Dunia (World Bank) bahkan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2025 mencapai 2,3 persen, dan meningkat menjadi 2,4 persen pada tahun berikutnya.
Likuiditas di pasar global pun disebut semakin longgar, membuka peluang bagi investasi dan perdagangan internasional.
Lebih lanjut, Purbaya menekankan bahwa penguatan sektor manufaktur merupakan kunci penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Berdasarkan pengalaman negara-negara maju seperti Korea Selatan, China, dan Jerman, keberhasilan ekonomi mereka berawal dari transformasi ekonomi berbasis industri pengolahan.
“Intinya adalah melakukan transformasi ekonomi. Negara-negara maju melakukan perubahan dari agriculture based menuju manufacturing based, dan kemudian ke service based. Mereka konsisten menjaga basis manufaktur,” kata dia. (*)
| Pewarta | : Antara |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |