https://jakarta.times.co.id/
Opini

Potret Buram Pendidikan Indonesia

Rabu, 17 Desember 2025 - 13:38
Potret Buram Pendidikan Indonesia Karnada Nasution, Guru Al-Qur'an Hadis di MTs Negeri 4 Mandailing Natal.

TIMES JAKARTA, SUMATERA – Akhir-akhir ini dunia media sosial diramaikan oleh fenomena dongkrak nilai yang dianggap sebagai jalan tengah oleh para guru Indonesia. Fenomena katrol nilai ini sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru dalam dinamika pendidikan Indonesia, tapi dia merupakan praktik lama yang telah menjamur dalam dunia pendidikan dan sudah dianggap biasa bahkan sebuah kewajiban.

Katrol nilai merupakan sebuah problematika yang dihadapi oleh guru, mengapa tidak? Ketika angka menjadi prioritas dari sebuah kompetensi maka akan menimbulkan permasalahan besar di kemudian hari.

Apa sebenarnya faktor yang menyebabkan terjadinya katrol nilai? Kalau dikaji secara komperhensif tentu akan panjang pembahasannya. Namun, perlu diketahui bahwa tekanan administratif merupakan salah satu faktor utama lahirnya fenomena ini. 

Kalau kita kilas balik sejenak pada beberapa tahun silam di mana katrol nilai itu tidak terjadi karena memang belum adanya tekanan administratif bahwa nilai siswa harus mencapai standar nilai tertentu sehingga angka-angka kecil tetap dimuat dalam rapor siswa bahkan tidak jarang ada siswa yang tinggal kelas karena tidak bisa mengikuti dan menguasai pelajaran.

Dalam situasi sistem pendidikan saat ini, nilai atau angka sering kali diposisikan sebagai tolak ukur kompetensi siswa sehingga siswa dengan nilai rendah maka akan menimbulkan polemik terkait kredibilitas guru dalam mengajar, guru akan dianggap gagal jika ada siswa yang tidak mencapai batas kriteria ketuntasan mininal (KKM).

Apa saja dampak dari fenomena ini? dampak katrol nilai tidak berhenti pada angka di rapor. Siswa yang terbiasa “diselamatkan” oleh sistem katrol nilai akan terbiasa kehilangan motivasi belajar dan daya juang sebab dia sadar bahwa nilai rendah yang diraihnya akan tetap dinaikkan dan sikap malasnya akan tetap dimaafkan.

Dampak selanjutnya, siswa akan tumbuh dengan pemahaman yang keliru bahwa belajar keras tidak terlalu diperlukan untuk meraih hasil yang baik sebab mau bagaimanapun nilai akan tetap ditinggikan sehingga akan melahirkan generasi-generasi lemah secara mental.

Lebih jauh lagi, sistem katrol nilai akan menciderai profesi guru. Guru yang benar-benar menjalankan profesinya dengan baik, mendidik dengan hati dengan harapan lahirnya generasi-generasi pembelajar yang cinta pengetahuan justru melahirkan generasi lemah daya juang.

Di lain sisi, praktik katrol nilai juga menghadirkan kesenjangan bagi siswa yang memiliki semangat belajar, siswa yang berusaha mengikuti pelajaran dengan giat, mengerjakan tugas dengan baik dan mengikuti aturan yang ada sehingga mereka memang layak mendapatkan nilai yang bagus atau layak mendapatkan nilai tambahan.

Berbeda dengan siswa yang bermalas-malasan, tidak disiplin, belajar sesuka hati, dan tidak memiliki semangat belajar. Namun, pada akhirnya mereka juga tetap dikategorikan lulus akibat sistem yang memaksa.

Fenomena dongkrak nilai menunjukkan sebuah fotret buram dalam dunia pendidikan Indonesia, sistem yang mewajibkan setiap siswa harus lulus akan menciderai tatanan pendidikan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa persoalan pendidikan seharusnya berorientasi pada proses bukan hasil akhir. Pembuat kebijakan, sekolah dan masyarakat seharusnya sepakat dan mengutamakan kualitas pengetahuan bukan kuantitas angka atau nilai dalam selembar laporan.

Pada akhiratrol nilai bukan solusi melainkan cerminan atas melemahnya kejujuran dalam dunia pendidikan. Jika fenomena ini terus dibiarkan maka akan sangat dikhawatirkan pendidikan Indonesia akan melahirkan generasi-generasi yang unggul dalam angka namun lemah secara kompetensi. Sudah saatnya pendidikan Indonesia berfokus pada pembangunan makna bukan pendongkrakan angka.  

***

*) Oleh : Karnada Nasution, Guru Al-Qur'an Hadis di MTs Negeri 4 Mandailing Natal.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.