TIMES JAKARTA, JAKARTA – Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Firman Hidayat mengungkapkan bahwa aliran dana masyarakat ke rekening judi online (judol) berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Apabila mereka (masyarakat) gunakan dana untuk konsumsi atau investasi, itu akan menciptakan multiplier effect sehingga ada tambahan ke PDB (Produk Domestik Bruto),” jelas Firman dalam diskusi “Strategi Nasional Melawan Kejahatan Finansial” di Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), deposit judi online pada 2024 mencapai Rp51,3 triliun, dana yang seharusnya dapat mendorong aktivitas ekonomi produktif. Lebih memprihatinkan, sekitar 70% dana tersebut mengalir ke luar negeri, sehingga tidak hanya menghilang dari peredaran domestik tetapi juga menghilangkan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian.
DEN memperkirakan, aliran dana sebesar itu menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 0,3%. “Tahun lalu, kita tumbuh di sekitar 5 persen. Gampangnya, seharusnya kita bisa tumbuh di 5,3 persen (jika Rp51,3 triliun tidak masuk ke deposit judi online). Di tengah situasi global yang sangat besar, 0,3 persen ini sangat berharga untuk kita bisa mencapai target,” tegas Firman.
Selain pertumbuhan ekonomi, negara juga kehilangan potensi penerimaan pajak sekitar Rp6,4 triliun dari transaksi judi online ilegal tersebut. Sebagai perbandingan, Firman menyebut Hong Kong kehilangan potensi pajak 9,4 miliar dolar Hong Kong per tahun, sementara Afrika Selatan rugi 110 juta rand akibat judol.
Di Brasil, fenomena serupa terjadi: pengeluaran rumah tangga untuk judi online melonjak dua kali lipat (2018–2023) menjadi 19,9% pendapatan, sementara belanja makanan, pakaian, dan obat turun dari 63% menjadi 57%. “Suatu studi di Brasil menunjukkan ketika masyarakat (di sana) meningkatkan dua kali lipat pengeluaran untuk judi, pengeluaran untuk makanan dan obat-obatan itu berkurang cukup besar,” ungkapnya.
Firman menegaskan, dampak ekonomi hanyalah sebagian dari masalah. Dampak sosial judi online, yang masih seperti "puncak gunung es", perlu dikaji lebih mendalam. Ia mendorong kebijakan tegas untuk mengatasi ancaman multidimensi dari praktik ilegal ini. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Faizal R Arief |