TIMES JAKARTA, JAKARTA – Indonesia menegaskan komitmennya terhadap prinsip “pendidikan bermutu untuk semua” di panggung Sidang Umum UNESCO ke-43 yang digelar di Samarkand, Uzbekistan, Senin (4/11/2025).
Momentum penting ini sekaligus menandai pengakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ke-10 Sidang Umum UNESCO, memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi pendidikan, sains, dan kebudayaan di level global.
“Penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO memperkuat jembatan pemahaman antarbangsa. Di Samarkand, Indonesia menegaskan bahwa pendidikan, sains, dan kebudayaan harus menjadi kompas etika yang menuntun kolaborasi global—agar tidak ada satu pun anak, guru, atau jurnalis yang tertinggal, terutama di wilayah konflik,” tegas Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Abdul Mu’ti, dalam forum pleno Sidang Umum UNESCO di Samarkand.
Seruan Kemanusiaan: Perlindungan bagi Pelajar, Guru, dan Jurnalis di Zona Konflik
Dalam pidatonya, Abdul Mu’ti menekankan seruan kemanusiaan universal: perlindungan tanpa syarat atas hak-hak fundamental di zona konflik, terutama di Gaza. Seruan tersebut meliputi keselamatan pelajar, pendidik, dan jurnalis, serta pemulihan fasilitas pendidikan dan pelestarian cagar budaya.
Menurutnya, upaya menjaga akses terhadap pendidikan dan informasi di tengah krisis adalah konsekuensi moral komunitas internasional, bukan sekadar pilihan politik.
“Ketika peluru menghancurkan sekolah, dunia kehilangan masa depannya. Pendidikan harus menjadi ruang paling aman bahkan dalam situasi paling berbahaya,” ujarnya.
Capaian Pendidikan Indonesia dan Agenda Prioritas Nasional
Dalam forum yang dihadiri 194 negara anggota itu, Indonesia juga memaparkan capaian dan strategi nasional di bidang pendidikan.
Data menunjukkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) anak usia 7–12 tahun telah mencapai 99,19%, dan usia 13–15 tahun sebesar 96,17%. Angka ini menunjukkan kemajuan signifikan dalam pemerataan akses pendidikan dasar dan menengah di Tanah Air.
Pemerintah, lanjut Abdul Mu’ti, kini memusatkan perhatian pada penyatuan mutu pembelajaran dan kesetaraan akses, dengan agenda prioritas mencakup pembelajaran mendalam yang berkesadaran dan menggembirakan, pengenalan Akal Imitasi (AI) dan koding berbasis etika, penguatan karakter dan literasi kebangsaan, peningkatan kapasitas dan kesejahteraan guru, pemenuhan gizi anak sekolah, dan pengembangan Sekolah Rakyat bagi keluarga kurang mampu.
“Bahasa dan pendidikan adalah dua sisi mata uang kemajuan. Dengan literasi yang kuat, AI yang beretika, dan guru yang sejahtera, pemerintah Indonesia menyampaikan ke seluruh delegasi dunia bahwa kami siap menjalankan program-program tersebut,” tambah Mohammad Oemar, Delegasi Tetap RI untuk UNESCO sekaligus Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Monaco, Andorra, dan Prancis, yang mendampingi Mendikdasmen dalam sidang tersebut.
Diplomasi Budaya: Indonesia Siap Calonkan Diri ke Komite Konvensi 2003
Selain isu pendidikan, Dubes Oemar juga mengumumkan rencana Indonesia untuk mencalonkan diri dalam Komite Antar-Pemerintah Konvensi 2003 (Warisan Budaya Takbenda) periode 2026.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari diplomasi berkelanjutan Indonesia dalam pelestarian warisan budaya global, sejalan dengan pengakuan UNESCO terhadap sejumlah warisan budaya Indonesia sebelumnya.
“Sidang Umum di Samarkand bukan sekadar seremoni diplomatik. Ini momentum mengikat komitmen—bahwa pengetahuan terbuka, kebudayaan inklusif, dan teknologi yang beretika akan menggerakkan kemajuan yang adil bagi semua,” kata Oemar.
UNESCO Samarkand 2025: Pertemuan Global untuk Masa Depan
Sidang Umum UNESCO ke-43 di Samarkand menjadi momen bersejarah.
Untuk pertama kalinya dalam hampir empat dekade, forum ini digelar di luar markas besar UNESCO di Paris.
Sebanyak 194 negara anggota dan 12 anggota asosiasi hadir untuk membahas Program dan Anggaran UNESCO serta garis kebijakan lintas-sektor 2026–2029 yang mencakup bidang pendidikan, sains alam dan sosial, kebudayaan, serta komunikasi dan informasi.
Dalam momentum yang sama, Khaled El-Enany dari Mesir, yang sebelumnya dinominasikan Dewan Eksekutif pada Oktober 2025, dijadwalkan dikukuhkan sebagai Direktur Jenderal UNESCO oleh Sidang Umum—menandai babak baru dalam kepemimpinan organisasi multilateral tersebut.
Dengan pengakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi UNESCO dan pernyataan komitmen kuat terhadap pendidikan, Indonesia meneguhkan perannya sebagai pilar kemanusiaan dan kebudayaan di panggung dunia—menyatukan suara bangsa untuk pendidikan yang adil, terbuka, dan berkeadilan sosial. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Indonesia Tegaskan Komitmen Pendidikan Bermutu untuk Semua di Sidang Umum UNESCO ke-43 Samarkand
| Pewarta | : Imadudin Muhammad |
| Editor | : Imadudin Muhammad |