TIMES JAKARTA, JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta perguruan tinggi didorong untuk mengubah pendekatan penanganan bencana di sektor pendidikan dari responsif menjadi preventif. Demikian disampaikan Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana.
Bonnie Triyana menekankan perlunya pergeseran pendekatan penanganan bencana dari yang bersifat reaktif menjadi lebih preventif dan berbasis mitigasi jangka panjang melalui peran strategis BRIN dan dunia pendidikan. Menyebut Indonesia sebagai “supermarket bencana”, Bonnie menekankan pentingnya kesiapsiagaan yang dibangun dari riset, teknologi, dan keberanian akademisi.
"Untuk itu, peran BRIN sebagai koordinator riset nasional sangat krusial," kata Bonnie kepada wartawan, Sabtu (13/12/25)
Bonnie merekomendasikan agar BRIN segera memimpin penyusunan peta risiko bencana dinamis yang mengintegrasikan data satelit, sejarah bencana, dan proyeksi iklim. Peta ini harus dapat diakses oleh pemerintah daerah dan masyarakat.
Di sisi pendidikan, ia mendorong Kemenristekdikti bersama BRIN menciptakan skema pendanaan khusus bagi riset kolaboratif dosen, peneliti BRIN, dan mahasiswa yang fokus pada dokumentasi local wisdom dan pemetaan kerentanan berbasis komunitas.
"Riset tidak boleh berhenti di jurnal. Harus ada mekanisme yang menjembatani temuan peneliti BRIN dan kampus menjadi bahan ajar praktis di sekolah dan materi sosialisasi untuk masyarakat,' tegas Bonnie.
“Mestinya kita lihat ke depan sekarang penanggulangan sudah banyak, saya juga mengapresiasi tindakan cepat dari community scientist, juga BRIN, terhadap penanggulangan bencana ini. Ke depan, kita bisa meningkatkan lagi kewaspadaan kita, kemudian mitigasinya,” tambah Bonnie.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini mencontohkan praktik di negara lain yang memanfaatkan arsip visual dan data historis untuk memetakan risiko, suatu pendekatan yang dinilai relevan untuk diterapkan BRIN dan peneliti di Indonesia.
Lebih jauh, Bonnie menyinggung pemanfaatan teknologi seperti citra satelit dan drone yang mestinya mampu mengidentifikasi kerusakan lingkungan sejak dini. Dia menilai, dengan sistem pengawasan yang optimal dari hasil riset dan inovasi, potensi bencana besar dapat dihindari.
“Mestinya kan terdeteksi dari awal, sehingga banjir yang menyebabkan korban jiwa yang sangat besar ini kita bisa hindari,” tegasnya.
Dalam konteks pemulihan pascabencana di sektor pendidikan, Bonnie juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang menyeluruh. Ia mempertanyakan skema bantuan yang dinilai belum mencakup seluruh tenaga kependidikan di perguruan tinggi, seperti pustakawan dan laboran, yang juga berpotensi terdampak. Hal ini menegaskan peran sentral BRIN dan institusi pendidikan dalam membangun ketahanan bangsa menghadapi ancaman bencana dan krisis iklim ke depan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: DPR: Indonesia ‘Supermarket Bencana’, Pentingnya Kesiapsiagaan!
| Pewarta | : Rafyq Panjaitan |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |