https://jakarta.times.co.id/
Opini

Leluhur Pangan Nusantara

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:01
Leluhur Pangan Nusantara Kuntoro Boga Andri, Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian.

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Berabad-abad sebelum beras dikenal luas, sagu telah menjadi pangan leluhur yang menghidupi masyarakat Nusantara. Jejaknya tampak pada relief Candi Borobudur yang menampilkan pohon sagu sebagai “palem kehidupan”, serta pada kosakata lokal seperti sego (Jawa) dan sangu (Sunda) yang berakar dari kata “sagu”. 

Temuan arkeologis di Cirebon, Banten, dan Yomokho (Papua) menunjukkan bahwa sagu telah dikonsumsi sejak zaman prasejarah, bahkan menjadi makanan pokok masyarakat awal di berbagai wilayah, termasuk Luwu dan Bugis dengan hidangan tradisional seperti kapurung. 

Selama ribuan tahun, sagu memainkan peran sentral sebelum akhirnya tersaingi oleh beras yang masuk ke Nusantara pada era Hindu. Pergeseran ini semakin kuat akibat kebijakan kolonial hingga Orde Baru yang menempatkan beras sebagai pangan utama, sehingga budaya konsumsi sagu perlahan memudar dan banyak hutan sagu tidak lagi dikelola.

Di masa kini, komoditas sagu kembali mendapatkan perhatian sebagai sumber pangan alternatif yang potensial. Indonesia memiliki sekitar 85% cadangan sagu dunia, terutama di Papua, tetapi baru sebagian kecil yang dimanfaatkan secara optimal. Tanaman sagu menawarkan berbagai keunggulan, berupa kemampuan tumbuh baik di lahan marginal, memiliki produktivitas pati tinggi, tahan perubahan iklim, dan ramah lingkungan. 

Tantangan saat ini berupa stigma ketergantungan pada beras serta minimnya infrastruktur pengolahan masih perlu diatasi, namun kedepan peluang pengembangan sagu sebagai bahan baku pangan utama sangat besar. Beragam produk olahan mulai dari papeda hingga mie dan kue berbahan sagu membuktikan fleksibilitasnya. 

Para pakar bahkan memproyeksikan sagu sebagai salah satu “pangan masa depan” yang mampu membantu menghadapi krisis pangan global. Dengan tradisi panjang dan sumber daya yang melimpah, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengembalikan kejayaan sagu sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional.

Sebaran Geografis Sagu di Nusantara

Hamparan pohon sagu tumbuh subur di lahan rawa tropis Nusantara, terutama di wilayah timur seperti Papua, Papua Barat, Maluku, dan Sulawesi. Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 5,5 juta hektare lahan sagu atau 85% dari total lahan sagu dunia, namun baru sekitar 4–5% yang dimanfaatkan secara produktif. 

Sagu hidup alami di lahan gambut, tepian sungai, dan dataran rendah basah, menjadikannya flora asli Indonesia dengan persebaran geografis sangat luas, bahkan hingga Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara. Jejak nama lokal seperti ambulung di Jawa dan lumbia di Sumatra menunjukkan bahwa sagu pernah tumbuh dan dimanfaatkan di berbagai daerah.

Papua merupakan habitat sagu terluas dengan kontribusi besar dari Merauke, Sarmi, dan Mimika, sementara Maluku memiliki sagu hampir di setiap pulau. Sulawesi Selatan, terutama Luwu dan Palopo, dikenal menghasilkan sagu berkualitas tinggi, sedangkan Riau, Sumatra Selatan, serta sebagian Kalimantan juga memiliki hutan sagu yang tumbuh di lahan gambut dan rawa. Persebaran sagu yang merata dari Sabang sampai Merauke memperlihatkan bahwa sagu benar-benar merupakan representasi pangan Nusantara yang hadir secara alamiah di banyak pulau.

Lebih dari sekadar komoditas, sagu menyatu dalam budaya dan tradisi masyarakat Indonesia timur. Di Papua dan Maluku, sagu diolah menjadi papeda yang disantap bersama kuah ikan kuning, menjadi simbol kebersamaan dan identitas kuliner daerah. 

Di Sulawesi Selatan, sagu menjadi kapurung, sedangkan masyarakat pesisir Maluku dan Sulawesi mengenal sagu lempeng serta berbagai kue tradisional berbahan sagu. Proses menokok sagu di beberapa komunitas, seperti di Papua, bahkan melibatkan ritual adat sebagai bentuk penghormatan pada alam, menandakan bahwa sagu memiliki dimensi sosial dan spiritual bagi masyarakat setempat.

Keanekaragaman olahan sagu semakin memperkaya kuliner Nusantara. Papeda yang kenyal menjadi ikon kuliner Maluku sampai Papua, sementara di Sumatra Selatan, tepung sagu digunakan untuk membuat pempek. 

Di Sulawesi dikenal sinonggi dan dange, sedangkan di Kepulauan Riau berkembang mie sagu dan aneka kudapan khas. Keragaman ini menunjukkan fleksibilitas sagu sebagai bahan pangan yang dapat diolah menjadi bubur, roti, mie, hingga camilan sesuai kreativitas dan tradisi lokal masing-masing daerah.

Dalam skala nasional, produksi sagu Indonesia masih didominasi hutan sagu liar, dengan hanya sekitar 212 ribu hektare area yang telah dimanfaatkan hingga tahun 2022. Propinisi Riau kini menjadi produsen sagu terbesar secara volume berkat budidaya intensif, menyumbang sekitar tiga perempat produksi nasional. 

Papua tetap menjadi lumbung sagu alam, disusul Papua Barat, Maluku, dan Sulawesi. Nilai ekonomi sagu juga meningkat, dengan ekspor pati sagu mencapai sekitar USD 9 juta (sekitar Rp 149,9 miliar) pada 2023 ke negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Eropa. 

Industri sagu melibatkan lebih dari 286 ribu keluarga petani, menjadikannya komoditas penting yang mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus memiliki potensi besar sebagai sumber pangan alternatif masa depan.

Potensi Ekonomi Sagu di Masa Kini

Sagu memiliki potensi besar sebagai sumber karbohidrat lokal untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Tanaman ini mampu tumbuh subur di lahan marginal seperti rawa gambut tanpa memerlukan pupuk atau perawatan intensif, serta tahan terhadap hama dan perubahan iklim. Produktivitasnya pun sangat tinggi, dimana satu batang pohon sagu dapat menghasilkan 150–300 kg pati kering, bahkan mencapai 800 kg pada kondisi tertentu. 

Pemerintah memandang sagu sebagai kearifan lokal yang perlu dioptimalkan dalam upaya diversifikasi pangan guna mengurangi ketergantungan pada beras. Dengan memanfaatkan sumber daya ini, risiko kerawanan pangan akibat ketergantungan pada satu komoditas dapat ditekan.

Di sektor industri, inovasi berbasis sagu berkembang pesat. Berbagai produk seperti “beras sagu”, mie sagu, biskuit, tepung instan, hingga sirup glukosa mulai meramaikan pasar pangan lokal. Pemerintah juga mendorong investasi pabrik pengolahan modern untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi, sekaligus menyerap lebih banyak tenaga kerja di daerah sentra sagu. 

Secara global, sagu memiliki peluang besar sebagai komoditas bernilai tinggi karena sifatnya yang bebas gluten, indeks glikemik rendah, dan ramah lingkungan. Tren hidup sehat membuat permintaan terhadap produk pangan alternatif meningkat, membuka peluang bagi Indonesia, pemilik 85% cadangan sagu dunia, untuk menjadi pemimpin pasar sagu internasional.

Pengembangan pemanfaatan sagu dimasa depan juga selaras dengan agenda lingkungan, karena hutan sagu berfungsi sebagai penyerap karbon dan pelindung ekosistem lahan basah. Namun sejumlah tantangan masih perlu diatasi, mulai dari preferensi masyarakat yang masih berfokus pada beras dan terigu, teknologi pengolahan sagu yang masih didominasi cara tradisional, hingga ancaman alih fungsi lahan yang mengurangi hutan sagu alami. 

Dukungan riset dan kebijakan yang lebih kuat dibutuhkan untuk meningkatkan budidaya, memperbaiki varietas, serta memperkuat rantai pasok dari hulu ke hilir. Dengan pengelolaan yang baik, sagu dapat berkembang menjadi komoditas unggulan yang berkelanjutan sekaligus menjadi solusi pangan masa depan Indonesia.

***

*) Oleh : Kuntoro Boga Andri, Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.