TIMES JAKARTA, JAKARTA – Perserikatan Bangsa-Bangsa, Senin (15/12/2025) kemarin mengadopsi resolusi yang menyatakan dengan tegas hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri, namun delapan negara menentangnya termasuk Amerika Serikat.
Kantor berita Palestina WAFA, seperti dilansir Al Jazeera melaporkan, bahwa 164 negara di Majelis Umum PBB memberikan suara mendukung resolusi yang menegaskan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri
Tetapi delapan negara menentangnya yakni Israel, Amerika Serikat , Mikronesia, Argentina, Paraguay, Papua Nugini, Palau, dan Nauru.
Sembilan negara, Ekuador, Togo, Tonga, Panama, Fiji, Kamerun, Kepulauan Marshall, Samoa, dan Sudan Selatan, abstain dari pemungutan suara itu.
Menurut PBB, resolusi tersebut dalam teksnya merujuk pada pendapat penasihat Mahkamah Internasional pada Juli 2024, yang menyatakan bahwa "keberadaan Negara Israel yang berkelanjutan di wilayah Palestina yang diduduki adalah ilegal", dan menekankan bahwa Palestina memiliki “hak untuk menentukan nasib sendiri ” dan bahwa pemukiman Israel yang didirikan di wilayah yang diduduki harus dievakuasi.
Perwakilan Tetap Negara Palestina untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Riyad Mansour, memuji resolusi PBB dan suara yang mendukungnya.
Resolusi PBB ini muncul dua tahun setelah perang genosida yang dilancarkan Israel di Gaza sejak 8 Oktober 2023, yang mengakibatkan gugurnya lebih dari 70.000 warga Palestina dan lebih dari 171.000 orang di Jalur Gaza terluka, dimana para korban itu sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.
Bersamaan dengan itu, tentara Israel membunuh 1.096 warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki serta melukai sekitar 11.000 lainnya, bahkan menangkap lebih dari 21.000 orang.
Selama beberapa dekade, Israel telah menduduki wilayah Palestina, Suriah, dan Lebanon, dan mereka menolak untuk menarik diri dari wilayah tersebut dan mengizinkan pembentukan negara Palestina merdeka, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya di perbatasan sebelum tahun 1967.
Bantuan ke Gaza
Sebelumnya, pada Jumat lalu, Majelis Umum PBB juga mengadopsi resolusi yang menuntut Israel mengizinkan bantuan masuk ke Gaza, membuka akses kemanusiaan tanpa batasan ke Jalur Gaza, menghentikan serangan terhadap fasilitas PBB, dan mematuhi hukum internasional sesuai dengan kewajibannya sebagai kekuatan pendudukan.
Pemungutan suara itu dilakukan menyusul pendapat penasihat dari Mahkamah Internasional (ICJ) pada bulan Oktober, yang menguraikan tanggung jawab Israel berdasarkan Piagam PBB dan hukum humaniter.
Selama ini Israel hanya mengizinkan sebagian kecil dari bantuan kemanusiaan yang disepakati sebagai bagian dari gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat yang berlaku sejak bulan Oktober lalu untuk masuk ke Gaza.
Resolusi PBB tersebut, yang diajukan oleh Norwegia bersama lebih dari selusin negara lain, memperoleh dukungan dari 139 negara.
Hanya 12 yang memberikan suara menentang, dan lagi-lagi Amerika Serikat serta Israel juga menentang resolusi itu, sementara 19 negara abstain.
Saat memperkenalkan rancangan tersebut, Perwakilan Tetap Norwegia, Merete Fjeld Brattested memperingatkan bahwa tahun 2024 termasuk tahun-tahun paling penuh kekerasan dalam tiga dekade terakhir, dan diikuti hingga tahun 2025. Ia menambahkan, bahwa situasi di wilayah Palestina yang diduduki tetap menjadi poin penting yang perlu diperhatikan.
“Warga sipil membayar harga tertinggi. Penghormatan terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan terkikis. Prinsip-prinsip dasar hukum kemanusiaan berada di bawah tekanan,” katanya, menekankan bahwa proses konsultatif ICJ sangat penting untuk mengklarifikasi kewajiban negara.
Brattested mencatat, bahwa negara-negara anggota telah berupaya mendapatkan kejelasan hukum mengenai isu-isu mendasar yang berkaitan dengan penyediaan bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa bagi penduduk sipil di Palestina.
Ia menunjuk pada serangan-serangan baru-baru ini yang menggarisbawahi urgensi temuan Pengadilan, termasuk kecaman kepala PBB, Antonio Guterres terhadap masuknya tentara Israel yang tanpa ijin ke kompleks Sheikh Jarrah milik UNRWA.
"Seperti yang dinyatakan oleh sekretaris jenderal, ini jelas melanggar kewajiban Israel untuk menghormati kekebalan tempat-tempat milik Perserikatan Bangsa-Bangsa," katanya.
Utusan AS Jeff Bartos menolak resolusi tersebut. Alasannya Majelis Umum terus melanjutkan pola yang telah berlangsung selama beberapa dekade dalam menargetkan Israel secara tidak adil.
Sementara itu, Philippe Lazzarini, komisaris jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyambut baik hasil tersebut.
Philippe Lazzarini mengatakan, bahwa hal itu memberikan "dukungan kuat" terhadap temuan ICJ bahwa tuduhan infiltrasi Hamas di dalam badan tersebut "tidak berdasar", demikian pula klaim bahwa UNRWA tidak netral.
“Pemungutan suara ini merupakan tanda penting dukungan bagi UNRWA dari sebagian besar komunitas internasional,” katanya.
Ketua Dewan Nasional Palestina, Rouhi Fattouh juga memuji pengesahan tersebut. Ia mengatakan bahwa selisih suara yang lebar mencerminkan “posisi internasional yang tegas dalam mendukung UNRWA dan memperbarui pengakuan atas mandat hukumnya serta peran kuncinya dalam melindungi pengungsi Palestina.
Dia memperingatkan tentang eskalasi berbahaya dan peningkatan tingkat kejahatan Israel dan pembersihan etnis, serta memburuknya situasi kemanusiaan di dalam wilayah Palestina yang diduduki.
Tetapi Perserikatan Bangsa-Bangsa, kemarin mengadopsi resolusi yang menyatakan dengan tegas hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri, meskipun delapan negara termasuk Amerika Serikat dan Israel menentangnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: 164 Negara Setuju Palestina Menentukan Nasibnya Sendiri, Amerika Serikat Menentang
| Pewarta | : Widodo Irianto |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |