TIMES JAKARTA, JAKARTA – Upaya pemerintah memperkuat ekosistem pendidikan Islam melalui pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren (Ditjen Pesantren) mendapat respons kuat dari para tokoh pesantren dan akademisi Sumatera Barat.
Dalam Halaqah Penguatan Kelembagaan Ditjen Pesantren yang digelar di UIN Imam Bonjol Padang, Senin (24/11/2025), para narasumber menegaskan perlunya menjaga tradisi pesantren yang berakar pada nilai-nilai surau sekaligus mendorong modernisasi agar pesantren mampu bersaing di tingkat global. Kegiatan ini diikuti sekitar 150 perwakilan pesantren se-Sumatera Barat.
Staf Khusus Menteri Agama Bidang Kerukunan Umat Beragama, Pengawasan, dan Kerja Sama Luar Negeri, Gugun Gumilar, membuka halaqah penguatan kelembagaan Ditjen Pesantren dengan penegasan bahwa pesantren adalah pusat ilmu sekaligus pusat peradaban yang membentuk karakter bangsa.
Menurutnya, kehadiran negara melalui Ditjen Pesantren merupakan langkah strategis dalam memperkuat peran pesantren pada level nasional maupun internasional.
“Ulama telah meletakkan fondasi bangsa sejak masa perjuangan. Negara kini berkewajiban hadir lebih kuat, dan pembentukan Ditjen Pesantren adalah momentum penting untuk menata ulang ekosistem pendidikan Islam,” ujar Gugun dalam keterangan persnya kepada TIMES Indonesia.
Ia memaparkan bahwa masa depan pesantren harus dibangun di atas tiga fondasi utama: ontologi pesantren sebagai institusi pendidikan paling autentik, epistemologi sebagai pusat ilmu keislaman yang berkontribusi global, dan aksiologi sebagai social capital yang manfaatnya diakui dunia. Modernisasi kurikulum, penguatan bahasa asing, dan ruang riset bagi santri menjadi syarat agar pesantren dapat berkompetisi di era global.
KH. Moch. Chozein Adnan, Rois Syuriah PWNU Sumatera Barat menyebut lahirnya Ditjen Pesantren sebagai “hadiah negara” yang sudah lama dinantikan para kiai dan lembaga pesantren. Namun ia mengingatkan bahwa kemandirian pesantren adalah identitas yang tidak boleh hilang. Bantuan dan regulasi pemerintah harus menjadi stimulan, bukan intervensi yang mengubah tradisi dan otoritas pengajaran di pesantren.
Ia menekankan pentingnya sinergi ulama dan umara dalam mengawal agenda besar ini. Administrasi, katanya, tidak boleh menghambat inti pendidikan. PWNU Sumbar siap mengawal agar program-program seperti Dana Abadi Pesantren tersalurkan merata hingga ke pelosok, bukan hanya kepada pesantren yang dekat pusat kekuasaan.
Prof. Dr. Duski Samad, Guru Besar UIN Imam Bonjol & Tokoh Adat, menegaskan bahwa pesantren Sumbar harus berjalan dalam dua jalur: menjaga ruh surau sebagai jati diri pendidikan Minangkabau, dan pada saat yang sama membuka diri terhadap modernitas. Transformasi metodologis melalui riset, literasi digital, dan manajemen modern harus menjadi agenda baru pesantren.
Ia juga menegaskan pentingnya kerja sama kampus–pesantren. UIN Imam Bonjol, katanya, siap menjadi mitra strategis untuk meningkatkan standar tata kelola dan kapasitas pengajar, sehingga lulusan pesantren memiliki civil effect dan daya saing yang setara dengan lulusan lembaga pendidikan umum.
Rektor UIN Imam Bonjol Padang, Martin Kustati, menyatakan bahwa pesantren merupakan lumbung peradaban Minangkabau yang bertumbuh dari tradisi surau. UIN IB, katanya, siap menjadi “rumah gadang akademik” bagi seluruh pesantren Sumbar dalam memperkuat kolaborasi keilmuan dan pengembangan SDM.
Mewakili Direktorat Pesantren dan Ditjen Pendidikan Islam, Yusi Damayanti menegaskan bahwa pembentukan Ditjen Pesantren menjadi kebutuhan mendesak guna mengintegrasikan trifungsi pesantren: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Ia menyampaikan bahwa pemerintah telah menunjukkan komitmen kuat melalui Hari Santri, Undang-Undang Pesantren, Keppres Pendanaan Pesantren, serta pelibatan pesantren dalam program nasional seperti Makan Bergizi Gratis dan Cek Kesehatan Gratis.
Halaqah ini menjadi ruang konsolidasi penting untuk menyatukan visi pengembangan pesantren nasional. Dengan harmonisasi tradisi dan modernitas, pesantren diharapkan mampu melompat ke era baru tanpa kehilangan identitasnya sebagai pilar peradaban Nusantara.(*)
| Pewarta | : Ahmad Nuril Fahmi |
| Editor | : Imadudin Muhammad |