https://jakarta.times.co.id/
Berita

ICEC Kecam Kekerasan terhadap Jurnalis di Manggarai, Ujian Bagi Kebebasan Pers di Indonesia

Kamis, 03 Oktober 2024 - 22:10
ICEC Kecam Kekerasan terhadap Jurnalis di Manggarai, Ujian Bagi Kebebasan Pers di Indonesia Ilustrasi kekerasan pada jurnalis

TIMES JAKARTA, MANGGARAI – Dunia pers Indonesia kembali berduka setelah tindakan represif menimpa Pemimpin Redaksi Floresa.co, Herry Kabut. Saat sedang meliput aksi protes masyarakat Poco Leok yang menolak pematokan lahan untuk Proyek Geothermal di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, pada 2 Oktober 2024, Herry tidak hanya ditangkap, tetapi juga mengalami kekerasan fisik dari aparat kepolisian.

Herry berada di lokasi untuk mendokumentasikan suara masyarakat yang sejak lama menolak proyek energi tersebut. Aksi protes damai ini kemudian berubah menjadi insiden yang mencoreng kebebasan pers ketika Herry dan empat warga lainnya ditangkap dan dipukuli oleh polisi. 

Kronologi Insiden

Sekitar pukul 13.00 WIB, Herry Kabut tiba di lokasi aksi. Namun, hanya dalam hitungan menit, situasi berubah. Berdasarkan kesaksian warga setempat, Herry ditangkap bersama empat orang lainnya oleh aparat kepolisian dan diangkut ke dalam mobil polisi.

Tidak hanya ditangkap, Herry juga mengalami tindak kekerasan fisik dari aparat yang seharusnya menjamin keamanan dan ketertiban.

"Tindakan ini benar-benar melanggar hukum, khususnya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang seharusnya melindungi jurnalis dalam menjalankan tugasnya," tegas Rusman, Presidium Indonesia Chief Editors Club (ICEC). 

Menurut Pasal 18 ayat (1) UU Pers, siapapun yang dengan sengaja menghalangi kerja-kerja jurnalistik dapat dikenakan sanksi pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.

Tindakan kekerasan fisik terhadap jurnalis, seperti yang dialami Herry, juga dapat dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, yang memuat ancaman hukuman hingga lima tahun penjara.

Serangan terhadap Kebebasan Pers

Insiden ini tidak hanya merupakan pelanggaran hak pribadi Herry Kabut, tetapi juga sebuah ancaman bagi kebebasan pers di Indonesia. Padahal, pers yang bebas adalah salah satu pilar utama demokrasi.

Ketika jurnalis diserang saat menjalankan tugasnya, akses masyarakat terhadap informasi yang objektif dan akurat menjadi terancam.

"Kami mengecam keras tindakan represif ini. Kebebasan pers adalah nadi demokrasi. Jika kita membiarkan jurnalis diintimidasi, kita membiarkan suara rakyat dibungkam," tambah Rusman.

Tuntutan Tegas kepada Kapolri

ICEC menuntut penanganan serius terhadap kasus ini. Dalam pernyataan resminya, Presidium ICEC menyampaikan empat tuntutan utama. 

1. pengusutan Tuntas Pelaku Kekerasan

   "Kami mendesak Kapolri untuk segera mengusut dan menghukum pelaku kekerasan terhadap Herry Kabut. Ini bukan hanya tentang melindungi seorang jurnalis, tetapi juga menegakkan prinsip-prinsip hukum yang berlaku," ujar Erik Somba, anggota Presidium ICEC.

2. Peringatan untuk Kepolisian

   ICEC meminta Kapolri mengingatkan semua anggota kepolisian tentang pentingnya mematuhi UU Pers. "Polisi harus memahami bahwa tugas mereka bukan untuk menghalangi jurnalis, tetapi melindungi mereka dalam menjalankan tugas. Jangan ada lagi jurnalis yang merasa terancam oleh aparat," tambah Djufri Rachim, salah satu presidium.

3. Perlindungan bagi Herry Kabut

   Selain menuntut penanganan hukum, ICEC juga meminta perlindungan penuh bagi Herry Kabut. “Jurnalis seperti Herry, yang berdedikasi pada pekerjaannya, harus dijamin keamanannya oleh negara," tegas Nila Ertina.

4. Kebebasan Pers Tanpa Intimidasi

   ICEC menekankan bahwa kebebasan pers harus dijaga tanpa intimidasi atau kekerasan. “Di mana pun jurnalis bertugas, termasuk di daerah konflik atau wilayah yang sensitif, hak mereka harus dilindungi sesuai UU Pers,” ujar Yatimul Ainun, anggota ICEC.

Harapan Masyarakat dan Dunia Pers

Kejadian ini menjadi refleksi betapa rapuhnya kebebasan pers di Indonesia saat berhadapan dengan kekuasaan yang represif. Bagaimana aparat menanggapi kasus ini akan menjadi ujian nyata bagi penegakan hukum dan demokrasi di negara ini.

Zuhri Muhammad, anggota ICEC lainnya, mengingatkan bahwa penanganan yang buruk terhadap kasus ini bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap hukum dan kepolisian.

“Jurnalis ada untuk menjadi mata dan telinga masyarakat. Jika mereka dibungkam, apa yang tersisa dari demokrasi kita?”

ICEC berharap agar semua pihak, termasuk pemerintah dan aparat keamanan, bisa menjaga integritas kebebasan pers di Indonesia. Kebebasan jurnalis untuk meliput tanpa ancaman adalah cermin dari sejauh mana demokrasi telah berjalan di negeri ini.(*)

Pewarta :
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.