https://jakarta.times.co.id/
Ekonomi

Analis: Daya Beli Masyarakat Turun, Tahun 2026 Belum Normal

Kamis, 11 Desember 2025 - 15:12
Analis: Daya Beli Masyarakat Turun, Tahun 2026 Belum Normal Presiden Direktur dan CEO CIMB Niaga Lani Darmawan, dalam acara inspiratif, “CIMB Niaga Jurnalisme Inspiratif: Journalist Class & Workshop” (FOTO: M. Abdul Basid / TIMES Indonesia)

TIMES JAKARTA, JAKARTA – Sejumlah analis pasar global dan pelaku industri perbankan menilai bahwa daya beli masyarakat dan percepatan belanja negara akan menjadi faktor penentu utama bagi prospek ekonomi Indonesia pada 2026.

Pandangan tersebut mengemuka dalam acara CIMB Niaga Jurnalisme Inspiratif: Journalist Class & Workshop yang digelar Kamis (11/12/2025) yang diikuti 100 jurnalis dari berbagai daerah.

Presiden Direktur dan CEO CIMB Niaga, Lani Darmawan, menyampaikan bahwa berbagai pertemuan dengan analis global dan asosiasi industri menunjukkan tren konsumsi yang mengarah pada penurunan daya beli.

Data dari asosiasi ritel, kata dia, memperlihatkan perubahan signifikan dalam pola konsumsi masyarakat.

Menurut Lani, masyarakat kini semakin banyak memilih produk dengan ukuran lebih kecil sebagai strategi berhemat.

“Masyarakat kini memilih untuk membeli sampo (dari 125 ml) dan deterjen dalam bentuk saset sebagai respons untuk berhemat. Pembelian pasta gigi juga menunjukkan kecenderungan pada kemasan yang lebih kecil,” ujarnya.

Kondisi tersebut membuat produsen dan peritel beradaptasi dengan meningkatkan produksi kemasan kecil untuk mempertahankan penjualan.

“Daya beli tahun ini dinilai tidak oke, dan prediksinya untuk tahun 2026 belum bisa kembali normal,” jelasnya.

Lani menilai terdapat dua faktor utama yang akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi 2026. Pertama, percepatan belanja negara.

Ia menekankan pentingnya pemerintah segera mendorong realisasi belanja negara agar aktivitas ekonomi bergerak.

“Jika tidak ada government spending, dampaknya berantai. Proyek-proyek akan tertunda atau tidak ada, penyerapan tenaga kerja berkurang, uang beredar di masyarakat sedikit, dan daya beli tetap kecil,” tegasnya.

Kedua, keengganan dunia usaha untuk berinvestasi. Pertemuan dengan berbagai segmen nasabah—mulai korporasi hingga pelaku usaha kecil—menunjukkan adanya kecenderungan untuk menahan ekspansi dan investasi.

“Penundaan yang dilakukan perusahaan menahan rencana memperluas pabrik atau menambah produksi. Bukan tidak punya uang, likuiditasnya ada, melainkan karena mereka berhati-hati dalam berinvestasi,” ungkapnya.

Meski terdapat optimisme dari sisi likuiditas perbankan dan kebijakan fiskal, Lani menilai tantangan tersebut masih akan membayangi perekonomian di awal 2026.

Likuiditas perbankan saat ini dinilai membaik, dengan rasio loan to deposit (LDR) pasar berada sekitar 95% dari sebelumnya 97–98 persen dan LDR internal di bawah 85 persen.

Ia memperkirakan kondisi ekonomi pada semester pertama 2026 tidak akan jauh berbeda dengan situasi saat ini.

Prospek pertumbuhan baru akan terlihat pada semester kedua, dengan catatan bahwa belanja negara terealisasi dan sektor riil mulai bergerak. (*)

Pewarta : M Abdul Basid
Editor : Dody Bayu Prasetyo
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jakarta just now

Welcome to TIMES Jakarta

TIMES Jakarta is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.