TIMES JAKARTA, JAKARTA – Perubahan dunia pendidikan berlangsung sangat cepat. Digitalisasi, tuntutan dunia kerja, serta karakter peserta didik yang semakin dinamis menuntut sekolah untuk tidak hanya menjalankan rutinitas, tetapi juga terus belajar dan beradaptasi. Sekolah perlu berkembang menjadi organisasi pembelajar agar mampu menghasilkan keputusan yang tepat, relevan, dan berdampak nyata.
Sebagai guru di SMKN 6 Jakarta sekaligus mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan Universtias Pamulang UNPAM, saya melihat langsung bahwa tantangan pendidikan saat ini tidak bisa dihadapi dengan cara lama. Di SMK, sekolah tidak hanya bertugas mengajar, tetapi juga menyiapkan lulusan yang siap bersaing di dunia kerja dan industri kreatif yang terus berubah.
Organisasi pembelajar adalah organisasi yang mendorong seluruh warganya untuk terus belajar, berbagi pengalaman, dan melakukan refleksi bersama. Dalam konteks sekolah, hal ini tercermin dari budaya diskusi, evaluasi pembelajaran, dan keterbukaan terhadap ide-ide baru. Sekolah yang belajar tidak takut berubah, karena perubahan dipahami sebagai bagian dari proses perbaikan.
Di lingkungan SMK, pengambilan keputusan yang cerdas sangat bergantung pada keterlibatan guru. Guru produktif memiliki pengalaman langsung di kelas dan bengkel praktik, sehingga memahami kebutuhan siswa secara nyata.
Ketika guru dilibatkan dalam pengambilan keputusan baik terkait metode pembelajaran, penggunaan teknologi, maupun kerja sama dengan dunia industri kebijakan yang dihasilkan menjadi lebih kontekstual dan mudah diterapkan.
Keputusan yang diambil secara partisipatif juga membangun rasa memiliki. Guru tidak lagi merasa sekadar pelaksana kebijakan, tetapi bagian dari proses perubahan. Dampaknya terlihat pada meningkatnya motivasi, inovasi pembelajaran, dan iklim kerja yang lebih sehat di sekolah.
Organisasi pembelajar juga membantu sekolah memandang kesalahan secara lebih bijak. Kesalahan dalam praktik pendidikan, khususnya di SMK, adalah hal yang wajar. Sekolah yang belajar tidak fokus mencari siapa yang salah, tetapi apa yang bisa diperbaiki. Kesalahan dijadikan bahan refleksi untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan layanan pendidikan.
Di era digital, keputusan cerdas juga harus berbasis data. Sekolah memiliki banyak data akademik dan nonakademik. Namun, data hanya akan bermakna jika dibahas dan dimaknai bersama. Organisasi pembelajar mendorong penggunaan data sebagai dasar perbaikan, bukan sekadar laporan administratif.
Peran kepala sekolah menjadi kunci dalam membangun organisasi pembelajar. Kepala sekolah tidak hanya berperan sebagai pengambil keputusan, tetapi juga sebagai fasilitator pembelajaran organisasi. Dengan membuka ruang dialog dan kolaborasi, pimpinan sekolah membantu lahirnya keputusan yang lebih bijak dan berkelanjutan.
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana sekolah mau belajar dari pengalamannya sendiri. Organisasi pembelajar bukan konsep ideal yang jauh dari realitas, tetapi kebutuhan nyata di tengah kompleksitas dunia pendidikan.
Ketika sekolah mau belajar bersama, keputusan yang diambil tidak hanya cerdas secara manajerial, tetapi juga berpihak pada pembelajaran dan masa depan peserta didik. Inilah fondasi penting agar pendidikan tetap relevan dan bermakna di tengah perubahan zaman.
***
*) Oleh : Rakhmat Fauzi, Guru SMKN 6 Jakarta.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |